11/02/12

Curhat Kepada Kertas Dan Pena

Kamis, 11 januari 2012

Oleh: Muhammad Irwan Hidayatullah

Awan hitam menyambut malamku dgn kegelapan, berhias rembulan nestapa buram. Ditutupi pecahan awan yang ingin merasakan terangnya. Rasa dingin menghimpit badan sebegitunya, hanya selimut bolong yang sudah terjahit oleh tangan halus sang bunda. Mencoba menghangatkanku dari kedinginan itu. Dimalam sunyi senyap ini, kucoba menyapa kedua sahabatku, si pena dan si kertas. Sejenak melampiaskan cerita pikiran untuk curhat pada keduanya.


Angin sepoy-sepoy menusuk badan begitu hangatnya. Terasa syahdu hingga membuat rasa semakin rindu. Entah, kepada apa dan siapa rasa rindu itu kutuangkan. Semakin rindu, semakin merundu oleh rasa. Tok, tok, tok, ada Sesuatu yang mengetuk pintu hati. Ternyata, ada rasa gundah gulama hendak bertamu dalam rumah perasaan. Ditengah hiruk pikuk malam yang suntuk meski mengantuk. Kusambut rasa itu dengan membuka pelan-pelan pintu hati ini, kusuguhkan secangkir pikiran yang ingin berangan-angan, bercita-cita untuk menggapai mimpi, seperti kisah sang pemimpi.


Berangan-angan ataupun bercita-cita adalah hal indah buatku. Walau hanya berjalan dalam dunia khayalan dan pikiran, tetapi siapa menduga. Hal itu akan terwujud, mimpi adalah awal keberhasilan, sesuai tekad dan harapan yang ikhlas. Modal kemenangan untuk mencapai sebuah nilai keberhasilan. Terserah, apa kata mereka kawan !. terserah, bagaimana paradigma mereka. kawan !. terserah mereka yang hanya bisa menilai kita. Kusapa kehidupan lewat mimpi citaku, kusapa kehidupan lewat anganku, kusapa dan terus kusapa sampai kehidupan balik menyapa. Duhai kehidupan, jawablah mimpi cita dan angan indah ini.


Tak terasa rel demi rel kehidupan telah kita lalui, alur maju mundur nasib manusia tak ada yang ketahui. Hanya sang Maha segalanya yang hendak mengaturnya. Masih adakah rasa semangat untuk bermimpi ?, masih adakah jari jemari untuk membangun persatuan ?, dan masih adakah gelombang kesadaran dalam diri kita ?, tak ada yang menjawab satupun dgn ini. Walau hanya sebatas kata. Mugkin tak perlu dijawab, karena mahkota diri yang telah berani menjawab. Meski waktu demi waktu kian mengejar peradaban.


Hari demi hari silih berganti. dunia semakin berputar dgn rotasinya, diatas scenario tuhan yang bisa berbuat apa saja. Seperti putaran gasing diatas keuletan pemainnya. Zona waktu mungkin tak sama. Tetapi mimpi dan semangat, bisa saja sama. Asalkan jari jemari selalu membentuk persatuan diantara kita. Asalkan semangat tak pernah pudar dalam benak kita. Kuingin meresapi kehidupan, kuingin selalu menanti kesadaran, dan kuingin itu.

Denting jam kian berbunyi, detik demi detik membuatku tak sadar menumpahkan pikiran kepada si pena dan si kertas. Yang selalu menemani hariku , baik dalam kesedihan, maupun kegembiraan.


Bisikan nyamuk berkeliling ditubuhku. Ingin melampiaskan rasa haus lewat darahku. Seakan menjadi saksi bisu  keakrabanku dengan si pena dan si kertas. Hingga tak sadar, cicak mengintip dari belakang pondasi rumah. Menyaksikan senda gurau. Antara aku, pena, dan kertas.                                                                                          

Tak terduga, pikiran sudah segar dan nyaman. Meski tinta pena sudah hampir habis ditelan goresan pikiranku. Maafkan aku duhai pena, pikiranku telah menelan tinta nyawa yang ada padamu. Serta maafkan aku duhai kertas, asaku telah mengotorimu dgn karyaku.


Kini, hal buruk menjadi indah buatku. Kuramu dan terus kuramu hingga semua menjadi sebuah mangkuk kegembiraan yang ada padaku. Semangat dan mimpi menjadi sebuah modal pegangan hangat buatku. Kawan, temani aku untuk menggapai mimpi ini, Temani aku untuk melepaskan angan ini, Temani aku untuk terus membangun cita ini,  temani aku meresapi kehidupan yang fana ini, serta temani aku dalam kegembiraan, maupun kesedihan.

Mari tekadkan mimpi ini, untuk menjelajahi dunia yang cukup luas ini. Jadikan pena sebagai sahabat setia, untuk menggores kehidupan sekarang. Kehidupan yang kini carut marut tak karuan oleh penghuninya. Camkan kata-kata ini kawan.