28/08/10

Anggrek Putih

Oleh : SALAHUDDIN

(Teater Flamboyant Mandar):

Adzan terdengar sayup dari balik menara-menara keagungan Islam. Berkumandang dengan syair nan indah seiring ritmis gerimis yang juga masih mencipta nyanyian sendu pada atap peradaban. Mengadu pada Tuhan tentang hujan yang masih membisu ketika sesal guntur membentur kaki langit. Sekali-kali udara bergetar dan meledak diantara simfoni adzan nan merdu.

Mata sayup bermodal bulu lentik karuniaTuhan, tak lagi terbantahkan bahwa dia adalah keindahan dan kedamaian. Yah gadis itu sedang membasuh wajahnya diantara dendang gerimis dalam belaian dingin kemudian khusuk dalam menghabiskan hitungan tasbihnya yang ke 33.


Gadis itu bernama Syahra tapi orang memanggilnya Ayya. Pagi itu ia berjalan diantara genangan hujan yang semalam terdengar mengerang seolah teriris pedang berbunyi nyeri, mendeting pada dada yang tergadai terbelati nasib didermaga mimpi. Sedang asyik mengemasi langkahnya, tiba-tiba ia teringat sepucuk surat yang semalam tak sempat ia baca. “Dimana surat itu?” ia bertanya pada kekosongan. Tangannya meraba kedalam tas hitam yang melingkar dibahunya. “seingatku semalam surat itu kumasukkan ke tas ini” kata Ayya dalam hatinya. tiba-tiba wajahnya berseri, ketika ia menemukan surat itu. Lipatanya masih tampak rapi, kemudian membacanya.

”Aku tak ingin mengenang luka yang telah simpul terhimpit masa. Sebab aku selalu ada disetiap tetes embun, menunggu mentari bersama kicau burung…”

“Begitu singkat isi surat ini…?” gumannya dalam hati. “ Tapi siapa yang menulisnya...?” ia kemudian mengamati surat itu dan mencoba menelisik siapa gerangan dibalik tulisan itu. Jangan-jangan yang menulis surat ini adalah Amar. Hati Ayya berbisik. Bukankah dia yang selama ini paling sering mengirim puisi-puisi indah keponselku. Ayya bertanya pada dirinya sendiri. Amar adalah tetangga Ayya yang juga menyukainya, tapi belum berani rasanya Ayya memberikan harapan lebih pada Amar, untuk menerimanya sebagai kekasih.

Pendengaran Ayya tiba-tiba menangkap seseorang yang memanggil namanya. Ayya berhenti dan menoleh. Tampak seorang wanita berkerudung putih tersenyum simpul padanya. Dia adalah Muli sepupu Ayya. Muli masih sekolah di SMU kelas 3, dan sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir. “Kebetulan Ay, kita ketemu. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan”. Sambil berjalan di samping Ayya. “Sebenarnya ada apa?”. Tanya Ayya agak penasaran. “Tenang saja cantik, ini bukan kabar buruk”. Balas Muli sambil tersenyum. “begini Ay. Kemarin aku bertemu dengan Rivki dan dia menanyakan kamu. Sepertinya dia suka sama kamu“. Kata Muli tersenyum lebar. Ayya terdiam sejenak, lalu tersenyum “kamu ini ada-ada saja Mul”, kata Ayya sambil mencubit Muli. Tak terasa perjalanan mereka telah sampai di terminal. “Mul aku duluan ya, nanti aku terlambat masuk kuliah kalau lama-lama disini, ceritanya lain kali kita lanjutkan”, kata Ayya sembari menuju kesebuah angkot warna merah. Muli hanya mengangguk kemudian meneruskan langkahnya sendiri. Ayya langsung masuk kedalam angkot itu kemudian duduk didekat pintu, sebab bagian belakang sudah terisi oleh penumpang lain. Mobil meluncur diatas aspal meninggalkan kepulan asapnya di terminal.

Pikiran Ayya masih agak kacau, entah apa yang ia pikirkan saat itu. Ayya lalu mengambil surat yang tadi ia baca dari dalam tasnya, kemudian membacanya kembali setelah itu ia merobeknya dan membuangnya kejalan.

“Kiri pak…!” Ayya menghentikan mobil itu. Tanpa mengulang kata-katanya, sopir menginjak pedal rem dan menepikan kendaraannya didepan sebuah kampus berseragam putih biru. Ayya turun dari angkot dan memberikan selembar uang ribuan kepada sopir dan kemudian melanjutkan langkahnya kearah kampus. Handpone yang ada dibalik kantong bajunya tiba-tiba berdering, mengisyaratkan adanya pesan masuk. Dia mengambil ponselnya lalu membaca isi pesan itu:

“Kau buat hatiku tergeletak sendiri dijalan bersama sobekan kertas yang kutulis bersama dingin. Tapi biarlah … Ia akan kucari bersama cinta yang masih tersisa untukmu”

Ayya tercengang membaca pesan itu. Kini sejuta tanya hadir dalam pikirannya. “Siapa orang ini? kenapa ia tahu kalau aku merobek kertas itu… ”, nomornya pun masih baru dihandphone-ku. Dengan rasa penasaran yang amat, dia kemudian membalas pesan tadi.

“Ini siapa…?”

Tak lama kemudian, pesan balasan hadir bersama gerimis yang mulai melebat. Ayya pun berlari-lari kecil mencari perlindungan lalu membaca isi pesan itu.

“orang yang disampingmu ketika secarik kertas kau ubah menjadi potongan-potongan tak berarti adalah aku”.

Ayya bertambah kaget, jantungnya berdetak kencang. Betapa tidak, orang yang mengirim surat itu ternyata duduk disampingnya diatas mobil. “Astaga… mengapa aku tak memperhatikan orang-orang yang ada dalam angkot tadi”. Tanya dalam hatinya terus bermain dengan perasaannya.

***

Sepulang dari kampus ia merebahkan dirinya ditempat tidur. Pikirannya terus menerawang jauh tak tentu arah, “sebenarya siapa yang menulis surat itu..?” tiba-tiba ia teringat seseorang. “Ya, dia pasti tau siapa yang menulis surat itu”. Ayya bangkit dan mengambil ponselnya kemudian menuliskan sebuah pesan singkat.

“Lin, yang memberimu surat tadi malam itu siapa..?

Agak lama ia menunggu balasan SMS dari Linda, hingga tak terasa ia lelap dalam tidurnya.

Pintu kamarnya diketuk seseorang. Ayya bangkit dari ranjang lalu membuka pintu kamar. “Amar ada diruang tamu”. Kata Hikmah adiknya, lalu meninggalkan Ayya yang masih mematung dipintu kamar. Setelah merapikan sedikit wajahnya, ia melangkah keruang tamu dan mendapati Amar di sana. “Ada apa Mar, sepertinya ada yang penting nih”. Tanya Ayya sembari duduk. “Cuma ingin mengajak kamu jalan-jalan. Sekali-kali tidak apa-apa kan, kalau malam minggu ini kita makan diluar”. Ajak Amar. Tampak berpikir sejenak. “Mar, aku minta maaf ya. Masalahnya aku capek sekali malam ini. Lagi pula masih banyak tugas kampus yang harus kuselesaikan. Bagaimana kalau lain kali saja”. Jawab Ayya. Amar tampak menarik nafas dalam-dalam. “Yah, Kalau memangnya kamu belum ada waktu, itu tidak jadi masalah kok. Kalau begitu aku permisi dulu”. Sambil berdiri dan melangkah menuju pintu. Ayya hanya menatap kepergian Amar hingga hilang dalam remang malam.

Ayya lalu duduk diteras sambil menatap anggrek yang tergantung didepan rumahnya. Tiba-tiba Linda muncul dari balik pagar dan berjalan kearahnya. “ Ay… Rivki tabrakan diperapatan dan meninggal dunia. Sekarang dia ada di rumah sakit”. “Apa ...!!.Kenapa Rivki bisa tabrakan...!?” tanya Ayya panik. “Tadi sore Rivki bilang, kalau besok dia akan pindah ke Manado dan menetap bersama neneknya disana. Dia juga bilang kalau malam ini akan datang minta pamit sama kamu.”Kata Linda dengan wajah sedih. Ayya tak bersuara ia hanya terduduk-memandang bulan separuh yang mulai tertutup awan.

Rivki adalah teman Ayya. Walau tidak terlalu akrab tapi dia orangnya asyik diajak ngobrol. “Hey, Bangun…!!! sekarang sudah sore”. “Ibunya tiba-tiba sudah ada disampingnya. “Astagfirullah… ternyata aku bermimpi…” kata Ayya dalam hatinya. Ia menyapu wajahnya yang penuh dengan keringat. Cepat cuci muka, itu Linda dari tadi menunggu kamu diluar”. Kata ibunya kemudian meninggalkan Ayya dikamar. Mendengar ibunya menyebut nama Linda, sontak wajahnya tiba-tiba pucat, jantungnya berdetak kencang entah apa sebabnya. Ayya kemudian keluar dari kamar dan langsung menemui Linda diteras. “Maaf Ay, tadi SMS kamu tidak aku balas, pulsaku kebetulan kosong”. Kata Linda. Ayya masih terdiam menatap Linda, ada sesuatu yang ingin ia katakan tapi terasa amat sulit untuk di ucapkannya. “Ay, ini ada titipan surat dari Rivki sebelum ia berangkat” kata Linda sambil menyodorkan surat itu kepada Ayya. “Rivki bilang kalau tadi dia kerumah kamu, dan ternyata kamu masih tidur. Jadi dia nitip surat itu ke aku”. Kata Linda kemudian. ”Memangnya Rivki kemana…? Tanya Ayya gugup. “ katanya sih mau ke Manado”. Jawab Linda singkat. “kalau begitu, aku permisi dulu yah Ay, soalnya masih banyak pekerjaan di rumah yang belum beres”. Kata Linda sambil berdiri dan meninggalkan Ayya yang masih terdiam ditempatnya. Dengan tangan gemetar, Ayya membuka dan membaca isinya.

Buat Seseorang yang matanya memaksa matahari dan bulan berdecak kagum. Bersama embun, kutulis hatiku dalam selembar kertas.Dan kini ia tergeletak dijalan menjadi potongan-potongan tak berarti. Tahukah kau bahwa Aku selalu menanyakan dirimu pada bisunya malam, dan pada purnama yang kadang lupa untuk mengucap selamat pagi pada mentari. Aku tak pernah lupa akan seraut wajah nan damai yang selalu hadir dalam kebisuanku. Sepertiga malam selalu kusisihkan untuk mengenangmu. Kan Kutitip rinduku pada embun yang hadir disetiap pucuk anggrek putih didepan rumahmu.

"Rivki

Dua butir mutiara bening membasahi tulisan itu. Entah apa ia rasakan saat itu memang sulit untuk menerkanya. Telepon genggamnya tiba-tiba berdering. Ia segera mengambilnya dan membaca isi pesan yang baru saja masuk. Ternyata SMS dari Muli.

“Ay, mobil yg Rivki tumpangi tadi siang baru saja tabrakan. Semua penumpangnya meninggal dunia termasuk Rivki...”

Ayya tiba-tiba lemas setelah membaca SMS dari muli. Air matanya bertambah deras mengalir dari sudut matanya yang begitu bening. Sepotong kata keluar dari mulutnya tapi begitu pelan. ”Rivki....”

***

Subuh itu Ayya terbangun entah apa yang membangunkan dia. Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. Cepat ia melangkah keluar dari kamar dan membuka pintu rumah. Dia menatap anggrek putih yang tergantung di halaman rumahnya, tak tahu mengapa kini sebutir mutiara bening kembali hadir dikelopak matanya. Ya … Tampak di pot itu sehelai anggrek putih dibasahi embun tergeletak disana. Ayya memejamkan mata dan membiarkan sungai kecil dimatanya terus mengalir diselah-selah pipinya. Hatinya bebisik “Oh..Tuhan, berilah ia ketenangan disisimu...”


(Tinambung 18 Maret 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah kehormatan jika memberikan komentar pada tulisan-tulisan kami. Terima Kasih